Peran istri dalam rumah tangga telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa dekade terakhir.
Tidak hanya bertanggung jawab atas urusan domestik, banyak istri juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam kasus perceraian, pembagian harta bersama sering menjadi isu yang diperdebatkan, terutama jika istri memegang peran ganda—bekerja dan mengurus rumah tangga.
Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) dalam beberapa yurisprudensinya menegaskan bahwa dalam kondisi di mana istri turut mencari nafkah dan tetap menjalankan perannya dalam rumah tangga, pembagian harta bersama tidak selalu harus dilakukan secara proporsional 50:50.
Beberapa putusan pengadilan telah menetapkan pembagian yang lebih besar untuk istri, misalnya 70% untuk istri dan 30% untuk suami.
## **Kaidah Yurisprudensi MA RI: Pertimbangan Peran Ganda Istri**
Secara umum, hukum perkawinan di Indonesia merujuk pada **Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan**, yang menyatakan bahwa harta bersama dibagi secara adil dalam perceraian.
Namun, dalam praktik peradilan, MA RI telah memberikan putusan yang lebih mempertimbangkan kontribusi nyata dari masing-masing pasangan dalam rumah tangga.
Dalam **putusan judex facti**, terdapat pertimbangan bahwa istri yang berperan ganda—baik bekerja mencari nafkah maupun mengurus rumah tangga—memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap keberlangsungan keluarga. Oleh karena itu, pembagian harta yang lebih besar kepada istri dianggap lebih adil dibandingkan pembagian secara merata.
## **Fakta dan Data dalam Putusan Pengadilan**
Dalam beberapa kasus perceraian, pengadilan telah menetapkan pembagian harta bersama dengan porsi lebih besar untuk istri berdasarkan fakta sebagai berikut:
1. **Istri memiliki peran ganda**
– Selain bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga, istri tetap bertanggung jawab dalam mengurus rumah tangga dan anak-anak.
2. **Kontribusi finansial istri signifikan**
Jika istri memiliki kontribusi finansial lebih besar dibandingkan suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga, maka pembagian harta bersama 50:50 dianggap tidak adil.
3. **Pengabaian tanggung jawab oleh suami**
– Dalam beberapa kasus, suami kurang berkontribusi dalam rumah tangga atau bahkan tidak memiliki peran finansial yang dominan, sehingga pengadilan cenderung mengabulkan pembagian yang lebih besar untuk istri.
### **Contoh Yurisprudensi MA RI**
Beberapa putusan Mahkamah Agung yang mencerminkan kaidah ini antara lain: – **Putusan MA RI No. 126 K/AG/2001** – Dalam putusan ini, pengadilan mengabulkan pembagian harta bersama 70% untuk istri dan 30% untuk suami, dengan alasan istri berperan ganda dalam rumah tangga.
**Putusan MA RI No. 331 K/AG/2004** – Pengadilan memberikan porsi lebih besar kepada istri karena terbukti memiliki kontribusi lebih besar dalam pemenuhan ekonomi keluarga.
– **Putusan MA RI No. 103 K/AG/2008** – Dalam perkara ini, istri yang bekerja dan tetap mengurus rumah tangga dianggap layak mendapatkan porsi lebih besar dalam pembagian harta bersama.
## **Analisis Keadilan dalam Pembagian Harta Bersama**
Pendekatan yurisprudensi ini lebih mencerminkan keadilan substantif dibandingkan dengan pembagian otomatis 50:50.
Dalam konteks masyarakat modern, banyak perempuan yang tidak hanya menjadi ibu rumah tangga tetapi juga tulang punggung keluarga.
Oleh karena itu, pengakuan terhadap kerja ganda mereka dalam bentuk pembagian harta yang lebih besar merupakan langkah hukum yang lebih adil. Dalam perspektif
**hukum Islam**, prinsip keadilan juga menjadi dasar dalam menentukan hak dan kewajiban suami-istri. Jika seorang istri telah berkontribusi secara ekonomi dan tetap menjalankan peran domestiknya, maka memberikan bagian yang lebih besar kepada istri dalam harta bersama adalah bentuk keadilan yang sejalan dengan **maqashid syariah** (tujuan syariah) dalam melindungi hak-hak perempuan dan kesejahteraan keluarga.
## **Kesimpulan**
Putusan pengadilan yang memberikan porsi lebih besar dalam pembagian harta bersama kepada istri yang memiliki peran ganda merupakan bentuk penerapan prinsip keadilan dalam hukum perkawinan. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI telah memberikan preseden bahwa pembagian 50:50 tidak selalu menjadi standar mutlak, terutama ketika istri memiliki kontribusi yang lebih besar dalam kehidupan rumah tangga. Pendekatan ini tidak hanya memberikan perlindungan hukum bagi perempuan, tetapi juga mencerminkan perubahan sosial yang mengakui peran penting istri dalam menopang kehidupan keluarga.
Oleh karena itu, bagi pasangan yang menghadapi persoalan hukum terkait harta bersama, memahami kaidah yurisprudensi ini dapat menjadi landasan dalam mencari keadilan yang lebih proporsional.