Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3). Keputusan ini diambil setelah seluruh fraksi menyatakan persetujuan.
Pasal-Pasal Kontroversial dalam Revisi UU TNI
Revisi UU TNI ini mencakup perubahan pada empat pasal utama, yaitu Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 15 tentang tugas pokok TNI, Pasal 47 mengenai penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, dan Pasal 53 yang mengatur usia pensiun prajurit.
- Pasal 3: Kedudukan TNI dalam Struktur Pertahanan
Dalam perubahan Pasal 3 Ayat (2), terdapat penambahan frasa “yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis”, yang menegaskan bahwa kebijakan dan strategi pertahanan, serta dukungan administrasi TNI, berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan. - Pasal 7: Tugas Pokok TNI Diperluas
Ada dua tambahan tugas pokok TNI dalam Pasal 7, yaitu:- Menanggulangi ancaman siber.
- Melindungi dan menyelamatkan Warga Negara Indonesia (WNI) serta kepentingan nasional di luar negeri.
- Pasal 47: Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil
Revisi ini memperluas jumlah kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif, dari sebelumnya 10 menjadi 14 instansi, termasuk:- Badan Keamanan Laut (Bakamla)
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
- Kejaksaan Agung
- Pasal 53: Kenaikan Usia Pensiun Prajurit
Batas usia pensiun prajurit dinaikkan, dengan rincian sebagai berikut:- Bintara dan tamtama: 55 tahun
- Perwira hingga pangkat kolonel: 58 tahun
- Perwira tinggi bintang 1: 60 tahun
- Perwira tinggi bintang 2: 61 tahun
- Perwira tinggi bintang 3: 62 tahun
Pro dan Kontra Revisi UU TNI
Revisi ini menuai pro dan kontra di berbagai kalangan. Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah penempatan prajurit aktif di jabatan sipil yang dikhawatirkan bisa mengaburkan supremasi sipil. Di sisi lain, pemerintah beralasan bahwa revisi ini bertujuan untuk memperkuat sinergi antara TNI dan lembaga sipil dalam mendukung keamanan nasional.
Meski menuai kritik, DPR tetap melanjutkan pengesahan UU ini tanpa perubahan berarti dari draf yang sebelumnya dirancang. Publik kini menantikan bagaimana implementasi regulasi baru ini dalam sistem pertahanan dan tata kelola militer Indonesia ke depan.