Perilaku media di Maluku Utara tampaknya agak laen. Beberapa waktu lalu, saya membaca surat kabar dan portal berita online yang memberitakan suatu peristiwa dengan sudut pandang yang menurut saya, sebagai orang yang lama berkecimpung di dunia jurnalistik dan ditempa medan yang keras, terasa kurang mendalam. Seolah-olah berita tersebut hanya disajikan secara permukaan tanpa investigasi yang memadai.

Saya bertanya-tanya, apakah mereka tidak mendukung kebebasan berekspresi? Justru, sebagai jurnalis, seharusnya mereka menggali lebih dalam mengenai apa yang terjadi. Mengapa admin StatusTernate sampai dihukum? Jangan hanya mengandalkan informasi satu pihak tanpa investigasi lebih lanjut. Di sinilah profesionalisme seorang wartawan diuji.

Mungkin mereka tidak menyukai cara kita yang lebih menyesuaikan dengan gaya komunikasi masyarakat di media sosial. Bisa jadi, mereka juga tidak nyaman dengan kedekatan kita dengan publik. Namun, dalam dunia jurnalistik, keterbukaan dan keberpihakan pada kebenaran adalah hal yang utama.

BACA JUGA :  Ditpolairud Polda Malut Fokus Evakuasi dan Pencarian Korban

Kompetisi dan Dinamika Media di Masa Lalu

Dulu di Surabaya, persaingan antara Jawa Pos dan Surya sangat sengit, ugal-ugalan. Kedua media ini sering menyajikan berita yang sama, tetapi dari sudut pandang berbeda. Saya punya teman, Abdul Muis akrab disapa Cak Amu, yang merupakan mantan wartawan Jawa Pos. Kami pernah bersama-sama mendrive mantan Menteri perdagangan era SBY Pak Gita Wirjawan saat Konvensi Partai Demokrat tahun 2014. Saat itu, Abah Dahlan Iskan menang, tetapi kemudian tidak menjadi capres dan justru menghadapi kasus hukum.

Cak Amu pernah bercerita bahwa di era itu, kalau ada pihak berkepentingan ingin sebuah berita tidak menyebar, mereka membeli koran dalam jumlah besar (sak becak) hingga satu becak penuh. Persaingan antara Jawa Pos dan Surya begitu ketat, sampai-sampai ada kejadian wartawan dari dua media itu menikah karena sering bertemu di lapangan.

BACA JUGA :  Kacamata Walikota

Saya juga mengenal beberapa tokoh pers lain seperti Mbak Ita, penulis buku-buku tentang Dahlan Iskan yang selalu best seller. Ada juga Mas Yussak, yang kini berkarier di BUMN, Mereka berdua menikah, karena bisnis media di Surabaya. Tahun lalu, Mbak Ita sempat menawarkan saya kerupuk peyek karena banting setir menjadi pengusaha kuliner sambil tetap menulis.

Sementara itu, ada kawan saya Abah Abror, mantan Pemred Jawa Pos dan Surya, kini menjadi Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat. Kami sering berdiskusi tentang perkembangan media, khususnya di Jawa Timur dan Indonesia Timur. Beliau juga berperan besar dalam dunia pendidikan jurnalistik di Stikosa AWS Surabaya, yang telah melahirkan banyak wartawan hebat. Tetapi saat diskusi, kok kita rasa aneh.