Haji Gani
Statusternate.com – Akhir-akhir ini, publik ramai sekali dengan gejolak antara Nakes dengan Gubernur Malut Kh.Abdul Gani Kasuba. Tapi, statusternate.com punya cara berbeda dalam melihat sengkarut masalah ini.
Kalau kita membaca laporan media dalam pemberitaan mengenai kisruh di RSUD Chasan Boesoeri, maka kita bisa saja menemukan skenario yang sedang dimainkan. Skenario itu, memang sudah biasa dimainkan oleh Para Kepala daerah dalam mengamankan posisinya.
Sebetulnya, skenario-skenario semacam itu. Bukan kepala daerah yang jadi creatornya, tapi ada orang dibalik itu. Kepala daerah hanya mengaminkan, jika dirasa logis untuk dijalankan.
RSUD Chasan Boesoeri ini telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) penuh pada tahun 2020 dengan ditetapkannya keputusan Gubernur Malut Nomo 190.1/kpts/Mu/2017 Tentang penetapan penerapan pola pengelolaan badan layanan umum daerah dengan status BLUD penuh.
Dari arah pembicaraan mereka. Kita bisa saja mencurigai, ada dugaan skandal korupsi besar di RSUD Ini. Indonesia Coruption Watch (ICW) pernah menurunkan catatan mengenai korupsi di rumah sakit, menurut peneliti ICW, semakin tinggi tipe rumah sakit, semakin punya potensi penyalahgunaan.
Laporan itu, dirilis oleh Ade Irawan Wakil Koordinator ICW. Dia membeberkan, bahwa korupsi terjadi dalam pengadaan obat dan alat-alat kesehatan. Walau obat-obatan sebagian besar harganya tidak semahal alat kesehatan, alokasi anggaran yang disediakan hampir sama besar, jenisnya pun sangat banyak, dan jarang yang mengetahui detail teknis atau spesifikasinya.
Podcast Ngopy Sore on Spotify
ICW juga menemukan modus yang lebih unik, yaitu membeli atau mengadakan obat yang mendekati masa kedaluwarsa. Rekanan atau panitia pengadaan bisa mendapat rente yang lebih besar karena potongan harganya jauh lebih tinggi sehingga harga obat jauh lebih murah.
Dugaan Korupsi di Rumah Sakit jadi biang keladi buruknya pelayanan kesehatan dan buruknya SDM di rumah sakit.
Soal RSUD Chasan Boesoeri. Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Provinsi Maluku Utara yang dikeluarkan BPK pada 2022 ditemukan, pendapatan RSUD Chasan Boesoeri pada 2021 mengalami kenaikan sebesar Rp118.062.410.765,00 atau 173,81% dari sebelumnya.
Dari jumlah kenaikan itu, saldo tersisa di kas Bendahara sebesar Rp4.581.191.992,01. Meski begitu, RSUD memiliki hutang beban pegawai pada 2021 sebesar Rp10.315.500.000,00. (data LHP BPK 2022)
Kembali ke skenario yang mungkin bisa terbaca orang awam. Statusternate menemukan sejumlah informasi bahwa RSUD diduga sebagai sapi perah para penguasa dan kroni-kroninya, disitulah penguasa diduga sangat melindungi orang-orang yang sedang berada dalam skenario.
Masing-masing dari para pemangku kebijakan, punya peran dan tugas masing-masing. Gubernur diduga bertugas untuk menatralisir keadaan, Sekda bertugas menjadi juru bicara Gubernur dalam memperkuat kebijakan, DPRD diduga memiliki tugas melakukan propaganda.
Peran dan tugas itu, diduga dilakukan untuk meredakkan masalah, agar tidak semakin membesar, dan skenarionya tidak ada yang terbongkar. Kalau kita membaca kasus korupsi didaerah lain yang menjerat kepala daerah. Mereka dalam pembuatan skema, menggunakan jasa orang hukum yang pintar melihat celah.
Mereka juga sudah menyiapkan alternatif yang lain. Kalau mereka diserang, mereka sudah siapkan rencana untuk menyerang balik, dan menghadapkan orang dengan hukum. Mereka sangat cerdik, dalam menyamarkan penyalahgunaan.
Bersambung,…
Tinggalkan Balasan